Minggu, 03 Oktober 2010

UPACARA NGURAS KONG (ENCEH)

Merupakan tradisi dalam rangka mengganti air yang terdapat di dalam ‘Kong’ di Makam Raja-raja Imogiri, Dusun Pajimatan, Desa Girirejo, Kecamatan Imogiri. Selanjutnya air kurasan yang diperoleh dari ‘Kong” ini dibagi-bagikan kepada masyarakat yang memiliki kepercayaan bahwa air tersebut dapat memberikan kebaikan bagi kehidupan.


Upacara Nguras Kong diawali dengan Kirab Budaya yaitu kirab peralatan nguras berupa siwur (gayung dari tempurung kelapa) dari Kecamatan Imogiri menuju Kompleks Makam Raja-raja. Kegiatan ini juga dimeriahkan dengan pentas kesenian tradisional.

SAPARAN (BEKAKAK)

Merupakan perayaan persembahan yg dilakukan dengan menggali batu yg terkubur di suatu area tertentu. Menurut ahli geologis batu ini berumur 50 juta th, dan hanya ditemukan di 3 bukit di dunia. Masyarakat percaya jika mereka tidak memberikan persembahan maka akan terjadi bencana dan kesusahan. Meskipun bukit ini hampir terkikis dan hanya menyisakan sedikit batu tapi tradisi ini tetap berlanjut pada bulan kedua kalender Jawa:Sapar. Karena itulah perayaan ini disebut Saparan.

Pada dinihari, ratusan orang berpartisipasi dalam prosesi danfestival kesenian rakyat. Puncak perayaan berlangsung pukul 2 siang, saat sepasang pengantin ’bekakak’ dan boneka2 pengantin terbuat dr beras ketan dengan sirup gula dipenggal setelah diarak dalam prosesi yg dikawal oleh pengawal tradisional berseragam dan barisan orang2 yg membawa banyak persembahan.

Jumat, 01 Oktober 2010

WAISAK

Merupakan perayaan keagamaan Budha, memperingati kelahiran, kematian, dan ’aksesi’ Buddha Gautama. Diselenggarakan semua Vihara Budha diseluruh Indonesia,terutama di Jogja. Perayaan utama diselenggarakan pada malam bulan purnama atau ’purnama sidhi’ pada bulan Mei di candi Mendut dan Borobudur, kira-kira 42 km dr Jogja. Banyak penganut Budha dari seluruh Indonesia datang untuk menghadirinya, selain beberapa penganut yang datang dari luar negeri.

LABUHAN

Diselenggarakan untuk merayakan hari kelahiran Sri Sultan Hamengku Buwono. Kata’labuh’ dalam bahasa Jawa berarti melemparkan sesuatu benda keramat ke sungai atau laut.Labuhan dari Kraton Yogyakarta berupa makanan, potongan kuku dan rambut milik Sultan.

Labuhan tersebut kemudian dilemparkan ke Laut Selatan, yg secara geografis disebut Samudra Hindia. Labuhan ini dimaksudkan sebagai persembahan kepada penguasa laut selatan,Kanjeng Ratu Kidul, dengan harapan supaya kemakmuran masyarakat Jogja meningkat. Perayaan yg sama juga diselenggarakan di Gunung Merapi dan Gunung Lawu.

TUMPLAK WAJIK

Diselenggarakan dua hari sebelum perayaan Gerebeg di halaman Magangan dari Kraton Yogyakarta pada pukul 4 sore. Menandakan mulainya persiapan pembuatan makanan yg akan dipakai untuk membuat gunungan.

Wajik yaitu makanan lezat yg terbuat dari beras ketan. untuk mengiringi perayaan, dimainkan komposisi musik "kothekan" yaitu dengan memukul2kan berbagai macam instrumen kayu seperti kentongan, yg menghasilkan musik kesenian yg sangat indah.

GAREBEG MULUD

Puncak perayaan Sekaten disebut Gerebeg Mulud. diselenggarakan pada hari keduabelas bulan Mulud kalender Jawa. Festival ini dimulai pada pukul 7.30 pagi, didahului oleh parade pengawal kerajaan yang terdiri dari 10 unit: Wirobrojo, Daeng, Patangpuluh, Jogokaryo,Prawirotomo, Nyutro, Ketanggung, Mantrijeron, Surokarso, dan Bugis. setiap unit mempunyai seragam masing2. parade dimulai dari halaman utara Kemandungan kraton, kemudian melewati siti hinggil menuju Pagelaran, dan selanjutnya menuju alun2 utara.

Pukul 10.00 pagi, Gunungan meninggalkan kraton didahului oleh pasukan bugis dan surokarto. Gunungan dibuat dari makanan seperti sayur2an, kacang, lada merah, telor, dan beberapa pelengkap yg terbuat dari beras ketan. Dibentuk menyerupai gunung, melambangkan kemakmuran dan kekayaan tanah mataram.


Parade disambut dengan tembakan2 dan sahut2an oleh pengawal Kraton ketika melewati alun2 utara, prosesi semacam ini dinamakan Gerebeg. Kata ’gerebeg’ berarti ’suara berisik yg berasal dari teriakan orang2’. selanjutnya gunungan dibawa ke Masjid Agung untuk diberkati dan kemudian dibagikan ke masyarakat. orang2 biasanya berebut untuk mendapatkan bagian dari gunungan karena mereka percaya bahwa makanan tsb mengandung kekuatan gaib. Para petani biasanya menanam sebagian jarahan dari gunungan di tanah mereka, dengan kepercayaan ini akan menghindarkan mereka dari kesialan dan bencana.


Menurut kalender tahunan Jawa, masih ada perayaan lain yaitu Gerebeg Besar dan Gerebeg Syawal. Keduanya biasanya diselenggarakan setelah bulan Ramadan. Gerebeg Syawal dirayakan pada hari pertama Syawal,dan Gerebeg Besar dirayakan pada bulan kesepuluh dari kalender Jawa pada hari raya Kurban (Idul Adha), yg melambangkan hari pengorbanan umat Muslim.

SEKATEN

Nabi Besar Muhammad S.A.W. lahir pada tanggal 12 bulan Maulud, bulan ke tiga dari tahun Jawa. Di Yogyakarta, biasanya kelahiran Nabi diperingati dengan upacara Grebeg Maulud. Sekaten merupakan upacara pendahuluan dari peringatan hari kelahiran Nabi Besar Muhammad. Diselenggarakan pada tanggal 5 hingga tanggal 12 dari bulan yang sama.

Pada masa - masa permulaan perkembangan agama Islam di Jawa, salah seorang dari Wali Songo, yaitu Sunan Kalijogo, mempergunakan instrumen musik Jawa Gamelan, sebagai sarana untuk memikat masyarakat luas agar datang untuk menikmati pergelaran karawitannya.

Untuk tujuan itu, dipergunakan 2 perangkat gamelan, yang memiliki laras suara yang merdu. Kyai Nogowilogo dan Kyai Guntur Madu. Di sela - sela pergelaran, kemudian dilakukan khotbah dan pembacaan ayat - ayat suci dari Kitab Al-Qur’an. Bagi mereka yang bertekad untuk memeluk agama Islam, diwajibkan mengucapkan kalimat Syahadat, sebagai pernyataan taat kepada ajaran agama Islam. Istilah “Syahadat” yang diucapkan sebagai “Syahadatain” ini kemudian berangsur - angsur berubah dalam pengucapannya, sehingga menjadi “Syakatain” dan pada akhirnya menjadi istilah “Sekaten” hingga sekarang.

Pada tanggal 5 bulan Maulud, kedua perangkat gamelan, Kyai Nogowilogo dan Kyai Gunturmadu, dikeluarkan dari tempat penyimpanannya di bangsal Sri Manganti, ke Bangsal Ponconiti yang terletak di Kemandungan Utara (Keben) dan pada sore harinya mulai dibunyikan di tempat ini. Antara pukul 23.00 hingga pukul 24.00 kedua perangkat gamelan tersebut dipindahkan ke halaman Masjid Agung Yogyakarta, ring - iringan abdi dalem jajar, disertai pengawal prajurit Kraton berseragam lengkap.

Pada umumnya, masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya berkeyakinan bahwa dengan turut berpartisipasi merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad S.A.W. ini yang bersangkutan akan mendapat imbalan pahala dari Yang Maha Kuasa, dan dianugrahi awet muda. Sebagai “Srono” (Syarat) nya, mereka harus menguyah sirih di halaman Masjid Agung, terutama pada hari pertama dimulainya perayaan sekaten.

Oleh karenanya, selama diselenggarakan perayaan Sekaten itu, banyak orang berjualan sirih dengan ramuannya, nasi gurih beserta lauk-pauknya di halaman Kemandungan, Di Alun-alun Utara maupun di depan Masjid Agung Yogyakarta.
Bagi para petani, dalam kesempatan ini memohon pula agar panenannya yang akan datang berhasil. Untuk memperkuat tekadnya ini, mereka membeli cambuk (bhs. Jawa : pecut) yang dibawanya pulang.

Selama lebih kurang satu bulan sebelum upacara Sekaten dimulai, Pemerintah Daerah Kotamadya, memeriahkan perayaan ini dengan pasar malam, yang diselenggarakan di Alun-alun Utara Yogyakarta.

Sabtu, 25 September 2010

MASJID KOTA GEDE

Masjid yang terletak di kompleks makam ini dahulunya merupakan masjid agung Kerajaan Mataram Islam. Sampai saat ini masih difungsikan sebagaimana mestinya. Bangunan masjid ini merupakan seni bengunan masjid kuno yang pernah berkembang di Pulau Jawa.

MASJID SOKO TUNGGAL

Terletak di sebelah kiri (sisi Selatan) dari plaza (jalan masuk) yang menuju ke gapura depan Tamansari dan hingga kin masih dipergunakan untuk tempat beribadah umat Islam.
Keistimewaan dari masjid ini terletak pada soko guru (tiang penyangga utama) nya yang hanya berjumlah satu buah dan ditopang oleh batu penyangga lazimnya disebut Umpak, yang berasal dari zaman pemerintahan Sultan Agung Hanyokro Kusuno dari Kerajaan Mataram Islam.

MASJID AGUNG JOGJA

Terletak di sebelah Barat Alun-alun Utara Yogyakarta yang hingga kini masih dipergunakan untuk tempat beribadah sehari-hari bagi umat Islam. Dihari-hari besar agama Islam, masjid ini dipergunakan sebagai tempat penyelenggaraan upacara-upacara resmi keagamaan Islam dari Kraton Yogyakarta.

Masjid Agung Yogyakarta memiliki gaya bangunan Jawa yang spesifik, utamanya dalam bentuk atapnya yang disamping unik juga indah menyerupai Masjid Agung Kadilangu yang dibangun oleh Sunan Kalojogo (salah seorang dari Waki Songo di kota antik Demak).

GEDUNG AGUNG

Hampir di ujung Selatan jalan Malioboro, berdiri bangunan megah Gedung Agung, yang diantara tahun 1946 hingga 1949, tatkala Yogyakarta menjadi Ibu Kota Republik Indonesia, merupakan tempat Presiden RI yang pertama Ir. Soekarno. Pada jaman penjajahan Belanda, gedung ini merupakan kediaman Residen Belanda.

Saat ini Gedung Agung yang nampak anggun ini dipergunakan sebagai Wisma Negara dan tempat menerima tamu-tamu Agung yang berkunjung ke Daerah Istimewa Yogyakarta. Didalamnya terdapat diorama yang menggambarkan perjuangan Bangsa Indonesia melawan Tentara Belanda.
Pada setiap tanggal 17 dilaksanakan upacara Parade Senja yang dimulai pukul 15.00 WIb. Disamping itu Museum ini dibuka setiap hari pukul 08.00-15.00 WIB.

MONUMEN JOGJA KEMBALI

Museum / Monumen ini terletak di jalan Yogya-Magelang melalui lingkar Utara di desa Sariharjo, Ngaglik, Sleman. Museum ini dikelola oleh suatu Yayasan Para Pejuang antara tahun 1945-1950.

Di dalam museum / monument ini menyajikan rekaman, foto-foto dokumentasi paristiwa-peristiwa perjuangan, berbagai jenis senjata dan benda-benda lainnya (diorama) yang menggambarkan proses perjuangan Bangsa Indonesia kurun waktu 1945-1950.

Di samping itu juga berisi relief dan 10 diorama yang merupakan penggambaran adegan perjuangan bangsa Indonesia baik di bidang diplomasi maupun fisik.

Museum ini dibuka pada:
Hari Selasa s/d Minggu pukul 08.00-16.00 WIB

Rabu, 22 September 2010

MUSEUM DHARMA WIRATAMA TNI ANGKATAN DARAT

Dalam museum ini dapat disaksikan berbagai benda bersejarah yang pernah dipergunakan sejak periode 1945 hingga sekarang, di bawah pemerintah Orde Baru, terutama yang dengan perjuangan TNI Angkatan Darat.
Para pengunjung yang datang dalam rombongan yang cukup besar diharapkan untuk memberitahu dahulu sebelum hari kunjungannya, baik melalui surat resmi, secara lisan atau melalui telepon 586417.

Terletak di Jl. Jenderal Sudirman dan dapat dikunjungi pada dari:
Senin s/d Kamis : antara pukul 08.00-13.00
Jumat : tutup
Sabtu dan Minggu: antara pukul 08.00-12.00

MUSEUM SASMITALOKA JENDERAL SUDIRMAN

Museum in terletak di jalan Bintaran Yogyakarta dan merupakan bekas rumah kediaman Panglima Besar Jendral Sudirman, jendral pertama dalam angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Dalam museum ini, para pengunjung dapat menyaksikan berbagai senjata api (diantaranya merupakan senjata api buatan sendiri) dan berbagai peralatan perang lain yang dipergunakan dalam revolusi phisik menghadapi musuh-musuh Negara.

Diantaranya benda-benda peninggalan Panglima Besar Sudirman, terdapat tandu (kursi yang dilengkapi dengan tangkai pemikul) yang setia membawa beliau selama bergerilya, dibuka tiap hari jam 08.00-14.00 WIB

MUSEUM BENTENG VREDEBURG

Di masa penjajahan Belanda, benteng ini merupakan tangsi militer bala tentara pemerintahan Belanda, yang dibangun pada tahun 1765. benteng ini terletak tepat di depan bangunan Gedung Agung, dengan maksud untuk melindungi Residen Belanda yang bertempat tinggal di dalam gedung itu. Menilik lokasi berdirinya, benteng ini nampaknya juga sengaja dibangun untuk menghadapi gerakan militer yang mungkin timbul dari Kraton Yogyakarta, yang letaknya hanya 1 jarak tembakan meriam (meriam kuno) dari benteng ini. Ini terlihat dari letak altar meriam yang terletak disebelah Selatan (menghadap ke Kraton).

Dari atas altar kanon (meriam), kita dapat menyaksikan kesibukan lalu lintas di sekitar gedung-gedung kuno dari pertengahan abad ke 19, yang hingga kini masih terawat baik dan tetap dipertahankan keantikannya. Museum ini di buka pada hari:
Selasa s/d Minggu: Pukul 08.30-14.00 WIB
Jumat : Pukul 08.00-11.00 WIB
Sabtu-Minggu : Pukul 08.30-12.00 WIB

MUSEUM BIOLOGI UNIVERSITAS GAJAH MADA

Terletak di Jalan Sultan Agung no.22 Yogyakarta, merupakan sarana pendidikan tentang satwa (fauna) dalam alam tumbuhan (flora) Indonesia. Dalam museum ini dapat disaksikan berbagai macam herbarium kering dan basah, berbagai jenis binatang dan kerangkanya. Sebagain diantaranya diperagakan dalam bentuk diorama, yang memperlihatkan kehidupan binatang dan tumbuh-tumbuhan tersebut, menyerupai keadaan di alam aslinya. Museum ini buka setiap hari:

Selasa s/d Kamis: Pukul 08.00-13.30 WIB
Jumat : Pukul 08.00-11.00 WIB
Sabtu : Pukul 08.00-12.30 WIB
Minggu : Pukul 08.00-12.00 WIB

MUSEUM AFFANDI

Museum ini terletak di sisi sebelah Utara dari jalan Solo nomor 167, tepatnya di lereng sebelah Barat jembatan sungai Gajah Wong. Gaya lukisannya termasuk dalam aliran eksperesionisme.
Almarhum Affandi telah menerima banyak penghargaan dari Negara-negara di Asia dan Eropa, disamping gelar Doctor Honoris Causa yang diterimanya dari Universitas Singapore.
Museum ini terbuka untuk kunjungan umum. Minggu s/d Sabtu 09.00-13.00 WIB.